Ticker

6/recent/ticker-posts

7 Hal Tetang Vitamin D Yang Perlu Dicermati Lebih Dalam

Wabah virus corona yang tak kunjung usai membuat banyak orang jadi jauh lebih peduli terhadap kesehatannya. Mereka berusaha semaksimal mungkin untuk menerapkan pola hidup sehat agar memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat, mulai dari berolahraga, rutin memakan sayur dan buah, hingga mengonsumsi vitamin D.

Khusus vitamin D, beberapa waktu lalu telah beredar kabar kalau vitamin D bisa membuat seseorang sembuh atau setidaknya terhindar dari COVID-19. Praktis, orang-orang berlomba untuk mengonsumsi vitamin D sebanyak-banyaknya. Fenomena ini mengingatkan kita pada hydroxychloroquine dan chloroquine yang sempat dianggap manjur untuk mengobati COVID-19.

Padahal, World Health Organization (WHO) telah menghentikan percobaan klinis setelah menemukan bahwa pasien COVID-19 yang diobati dengan hydroxychloroquine dan chloroquine justru lebih berpeluang meninggal. Begitu pula dengan vitamin D. Berikut beberapa temuan seputar vitamin D yang digadang-gadang mampu menyelamatkan seseorang dari COVID-19. Kalau kelebihan bisa membawamu ke pelukan Tuhan!

1. Kelebihan vitamin D mendatangkan racun

Melansir CNN, mengonsumsi terlalu banyak vitamin D dapat menyebabkan penumpukan kalsium yang beracun dalam darah kamu. Akibatnya, penumpukan tersebut bisa menyebabkan kebingungan, disorientasi dan masalah dengan ritme jantung, nyeri tulang, kerusakan ginjal, serta batu ginjal yang menyakitkan.

2. Dosis aman vitamin D per hari

Institute of Medicine of The National Academies' Food and Nutrition Board melaporkan bahwa dosis vitamin D harian yang disarankan untuk siapa pun yang berusia di atas 4 tahun adalah 600 IU/per hari. Sementara itu, bagi siapa pun yang berusia lebih dari 70 tahun, dosisnya mencapai 800 IU/per hari.

Sebenarnya dosis harian vitamin D di tiap negara dan lingkungan berbeda. Tapi normalnya hanya berkisar di antara 400-800 IU/per hari. Untuk usia sembilan tahun ke atas, batas dosis maksimum yang dapat ditoleransi adalah 4.000 IU/per hari.

3. Tidak ada bukti vitamin D dapat melindungi seseorang dari COVID-19

Vitamin D Bukan Solusi Utama Melawan COVID-19, Berlebihan Bisa Bahaya!Warga memakai masker pelindung berjalan di sebuah distrik pasar lokal di tengah penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) di Tokyo, Jepang, Rabu (13/5/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Kyung-Hoon

Sampai saat ini, tidak ada bukti bahwa kadar vitamin D yang sangat tinggi bisa melindungi seseorang terhadap COVID-19. Menurut Robin May dari Institute of Microbiology and Infection di University of Birmingham, pedoman medis mengatakan kalau seseorang tidak boleh melebihi kadar vitamin D mereka di luar yang saat ini direkomendasikan oleh saran medis yang dipublikasikan resmi di berbagai sumber terpercaya. Melansir healthline.com, dengan mempertimbangkan semua kondisi, asupan vitamin D harian sebanyak 1000-4000 IU, atau 25-100 mikrogram, semestinya sudah cukup untuk memastikan kadar darah optimal pada kebanyakan orang.

4. Peringatan dosis vitamin D sudah mulai digaungkan

Untuk mengatasi lonjakan minat masyarakat terhadap vitamin D, National Health Service Inggris menambahkan pembaruan ke halaman informasi mereka tentang vitamin D. Mereka menyatakan kalau mereka menemukan beberapa laporan yang menyebarluaskan bahwa vitamin D bisa mengurangi risiko terkena COVID-19. Kenyataannya, itu tidak benar karena belum ada yang berhasil membuktikannya.

Peringatan itu pun digaungkan oleh kelompok ilmuwan lain dari Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat. Mereka menerbitkan makalah konsensus vitamin D yang memperingatkan bahaya dari konsumsi vitamin D dengan dosis tinggi.

5. Awal mula bagaimana vitamin D bisa menjadi sensasi

Keributan tentang vitamin D dimulai ketika para peneliti di Amerika Serikat dan Inggris mulai membandingkan tingkat vitamin D dari berbagai negara dengan tingkat kematian akibat virus corona. Kemudian, mereka menyimpulkan kalau negara-negara yang melaporkan tingkat konsumsi vitamin D yang lebih rendah memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi akibat COVID-19.

6. Orang tua dan orang berkulit gelap lebih rentan terhadap kekurangan vitamin D

Seharusnya orang-orang tidak perlu panik akan kekurangan vitamin D. Pasalnya, di dunia ini orang yang paling rentan apabila kekurangan vitamin D adalah orang tua dan orang-orang berkulit gelap. Memiliki kulit yang lebih gelap membuat kulit sulit untuk menyerap cukup sinar matahari untuk memproduksi vitamin D. Terlebih, orang berkulit gelap di negara seperti AS kebanyakan hidup di lingkungan sempit, sehingga physical distancing sulit diterapkan.

Tubuh orang tua juga kurang efisien dalam menciptakan vitamin D seiring bertambahnya usia, sehingga banyak lansia yang biasanya kekurangan vitamin D. Apalagi kekurangan vitamin D cukup berkaitan erat dengan penyakit kronis umum seperti penyakit kardiovaskular dan diabetes.

Dengan penyakit yang ditimbulkan oleh kekurangan vitamin D, maka virus corona bakal lebih mudah membunuh seseorang. Tidak bisa dimungkiri kalau kebanyakan pasien COVID-19 yang meninggal bukanlah orang yang tidak punya penyakit bawaan, melainkan orang-orang yang sudah mengidap beberapa penyakit kronis sejak lama.

7. Terlalu dini untuk mengumumkan kalau vitamin D bisa berperan penting

William Henley, seorang profesor statistik medis di University of Exeter mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan tentang pentingnya vitamin D dalam menjelaskan kerentanan COVID-19. Alhasil, penyelidikan terhadap vitamin D menjadi sangat mendesak agar masyarakat tidak salah informasi lagi.

Itulah beberapa hal yang perlu kamu tahu seputar vitamin D yang dianggap bisa menyembuhkan pasien COVID-19. Segala sesuatu yang berlebihan itu selalu mendatangkan kemungkinan terburuk!

Posting Komentar

0 Komentar